SDM Dokter

Tuberkulosis (TB) termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) kelas 4, yang mengacu pada kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum untuk mengidentifikasi, mendiagnosis, dan melakukan manajemen awal penyakit pada tingkat pelayanan kesehatan primer. Sehingga dengan jumlah dokter umum yang lebih banyak dari dokter spesialis dan telah banyak tersebar di berbagai daerah, Dokter umum memiliki peran penting sebagai garda terdepan dalam deteksi dini, pengobatan awal, dan pemantauan TB, sementara dokter spesialis akan menangani kasus yang lebih kompleks dan memerlukan intervensi khusus atau multidisiplin.

Untuk menangani kasus TB yang memiliki berbagai macam kompleksiitas, dibutuhkan tidak hanya dokter spesialis paru dalam menangani kasus ini, melainkan juga membutuhkan kerja sama dengan Spesialis Anak, Spesialis Penyakit Dalam, Sub-Spesialis Paru-Penyakit Dalam, Spesialis Saraf, dan juga Spesialis Radiologi.

Hingga saat ini (Agustus 2024) mengacu dari data persebaran dokter spesialis Indonesia yang dikutip dari website Konsil Kedokteran Indonesia (https://kki.go.id/report_registrasi_kki), terdapat 1.650 dokter spesialis Paru yang tersebar di seluruh Indonesia dengan mayoritas berada di pulau Jawa. Persebaran spesialis paru di Indonesia dapat di lihat melalui (https://pulmo.id/distribusi-indonesia/).

Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), pada tahun 2023 terdapat sekitar 1.200 dokter spesialis paru yang aktif di Indonesia. Dengan adanya peningkatan deteksi dan pelaporan kasus TB selama periode tahun 2023, dapat di estimasi rasio jumlah pasien TB paru dengan dokter spesialis paru di Indonesia adalah sekitar 808 pasien per dokter spesialis paru. Rasio ini menunjukkan bahwa setiap dokter spesialis paru secara rata-rata dapat menangani lebih dari 800 pasien TB per tahun, yang mengindikasikan beban kerja yang cukup tinggi.