Isu – Isu Kebijakan Tahun 2024

Pada tahun 2024 ini, dalam perjalanan program nasional penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia tetap menghadapi berbagai permasalahan dan isu kebijakan yang mampu mempengaruhi upaya pemerintah dan pihak lainnya dalam menangani, menanggulangi dan mengeliminasi penyakit TB Indonesia. Beberapa isu tersebut terkait dengan pendanaan, pelaksanaan program, dan tantangan operasional di lapangan. Berikut adalah pembahasan tentang isu-isu tersebut, termasuk permasalahan dan solusinya:

1. Pendanaan yang Tidak Memadai dan Ketergantungan pada Dana Donor

Permasalahan:

  • Ketergantungan pada Dana Donor: Program penanggulangan TB di Indonesia selama ini mendapati cukup besar pendanaan dari lembaga donor internasional seperti The Global Fund. Pada tahun 2024, dana dari donor diperkirakan mengalami pengurangan secara signifikan, sementara sumber pendanaan lokal (APBN dan APBD) belum sepenuhnya mampu untuk menutupi kekurangan tersebut.
  • Kurangnya alokasi Anggaran Nasional dan Daerah: Meskipun telah ada alokasi dana dari APBN dan APBD untuk program TB, namun anggaran tersebut sering kali belum mencukupi kebutuhan program, terutama dalam biaya operasional, pengadaan alat diagnostik modern, serta pelatihan dan insentif bagi tenaga kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah.
  • Hal hal tersebut dapat berdampak pada peluang keberlangsungan program TB di berbagai daerah, terutama di daerah terpencil yang sulit dijangkau, dan mampu berdampak kepada ketersediaan obat obatan OAT, gangguan dalam pengadaan/pengoperasionalan/perawatan peralatan diagnostik ataupun peralatan peralatan intervensi yang berguna dalam program nasional TB.

Solusi:

  • Meningkatkan Komitmen Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap penganggaran yang lebih besar untuk program TB. Ini bisa dilakukan melalui alokasi dana yang lebih tinggi dalam APBN dan APBD.
  • Menggalang Dana dari Sumber Lain, dengan meningkatkan keterlibatan sektor swasta melalui kemitraan publik-swasta (Public-Private Partnerships/PPP) untuk pendanaan program TB, serta menggalang dana melalui CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan perusahan di Indonesia terutama yang memiliki visi misi serupa dengan program nasional eliminasi TB.
  • Penguatan Pembiayaan Berbasis Hasil (Results-Based Financing): Menerapkan mekanisme pembiayaan berbasis hasil untuk memastikan penggunaan dana lebih efektif dan tepat sasaran, dengan memberikan insentif bagi daerah yang berhasil mencapai target eliminasi TB.

2. Isu dalam Koordinasi, Pelaksanaan Program dan Kapasitas SDM yang terbatas

Permasalahan:

  • Permasalahan dalam Koordinasi Antar Sektor dan Tingkat Pemerintahan: sering ditemukannya permasalaahn dalam koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya (swasta, LSM, dan donor). Hal ini menyebabkan inkonsistensi dalam pelaksanaan kebijakan dan program, serta tidak sinkronnya antara perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi.
  • Kapasitas SDM Kesehatan yang Terbatas: Banyak puskesmas dan fasilitas kesehatan di daerah terpencil mengalami kekurangan tenaga kesehatan terlatih, yang menghambat implementasi program TB, khususnya dalam hal mendeteksi, mendiagnosis dan mengobati TB.
  • Ketidakseimbangan distribusi tenaga kesehatan antara daerah perkotaan dan pedesaan yang menghambat pencapaian cakupan layanan yang merata
  • Hal ini mengakibatkan adanya ketidakseimbangan beban kerja bagi tenaga kesehatan, terutama yang berdada di wilayah dengan tingkat prevalensi TB tinggi sehingga pelayanan terkait program nasional eliminasi TB tidak dapat dilaksanakan dengan efektif dan maksimal.

Solusi:

  • Membangun Platform Koordinasi Multi-Sektor, hal ini mampu meningkatkan mekanisme koordinasi yang lebih efektif antara pemerintah pusat, daerah, dan pemangku kepentingan lainnya melalui forum atau platform digital untuk perencanaan dan monitoring bersama dan terpusat.
  • Pelatihan dan Pengembangan SDM dengan melaksanakan program pelatihan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan di seluruh level layanan, termasuk dokter umum, perawat, dan petugas kesehatan di komunitas, terutama di daerah-daerah dengan kasus TB tinggi.
  • Memberikan insentif tambahan untuk tenaga kesehatan yang bekerja di daerah dengan beban TB tinggi dan menggalakkan program distribusi tenaga kesehatan yang lebih merata.

3. Kurangnya Akses Layanan Kesehatan dan Infrastruktur

Permasalahan:

  • Terbatasnya Akses ke Layanan Kesehatan di banyak daerah, terutama di daerah terpencil. Akses layanan kesehatan yang memadai masih merupakan tantangan besar terutama di daerah terpencil/daerah perbatasan. Hal ini disebabkan oleh infrastruktur yang buruk, jarak geografis yang jauh, dan kurangnya fasilitas kesehatan dengan peralatan diagnostik yang memadai pada area area tersebut.
  • Ketidakmerataan Distribusi Alat Diagnostik Modern: Alat diagnostik seperti GeneXpert belum tersedia secara merata di semua puskesmas dan rumah sakit, terutama di daerah terpencil, sehingga diagnosis TB sering mengalami keterlambatan.
  • Hal hal tersebut berdampak dalam penundaan waktu diagnosis dini yang dapat meningkatkan penularan TB di komunitas dan memperburuk kondisi pasien, serta berdampak dalam rendahnya cakupan pengobatan dan tingginya kesenjangan antar pencapaian target eliminasi TB di antara daerah daerah Indonesia.

Solusi:

  • Peningkatan Infrastruktur dan Fasilitas Kesehatan terutama di daerah terpencil, melalui pembangunan dan renovasi infrastuktur, fasilitas kesehatan serta penyediaan alat diagnostik yang modern dan memadai.
  • Pengembangan Layanan Kesehatan Berbasis Teknologi sehingga mampu meningkatkan penggunaan teknologi telemedicine untuk diagnosis dan pengobatan jarak jauh, agar pasien di daerah terpencil tetap dapat mengakses layanan kesehatan tanpa harus melakukan perjalanan jauh.

4. Isu Stigma dan Pengetahuan Masyarakat tentang TB

Permasalahan:

  • Tingkat Stigma yang Masih Tinggi terkait penyakit TB dimana masih sering dianggap sebagai penyakit yang memalukan di masyarakat. Hal ini menyebabkan penderita TB enggan untuk mencari pengobatan dan berobat secara terbuka, yang menghambat penemuan kasus dini.
  • Kurangnya Kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai TB secara keseluruhan baik dari gejala TB, pentingnya pengobatan TB yang teratur, dan cara pencegahan penularan TB.
  • Dampaknya program nasional eliminasi TB mengalami kesulitan dalam mendeteksi kasus baru, sehingga risiko penularan dalam masyarakat dapat mengalami peningkatan, dan menghambat tercapainya target nasional eliminasi TB.

Solusi:

  • Meningkatkan upaya edukasi masyarakat melalui kampanye sosial, media massa, dan platform digital untuk mengurangi stigma dan meningkatkan kesadaran tentang TB.
  • Menggalang partisipasi komunitas lokal, kader kesehatan, dan tokoh masyarakat dalam program penanggulangan TB untuk mendukung pengobatan, pengawasan, dan pencegahan penyakit.

5. Isu Resistensi Obat (TB-MDR dan TB-XDR)

Permasalahan:

  • Kasus temuan pasien dengan TB Resisten Multi Obat (MDR-TB) dan TB Resisten Ekstensif Obat (XDR-TB) mengalami penningkatan di Indonesia, hal ini akan berdampak kepada peningkatan cost of treatment dari masing masing pasien TB resisten tersebut, dikarenakan TB resisten akan membutuhkan regimen pengobatan yang lebih lama, lebih mahal, dengan efek samping yang lebih berat dan berisiko meningkatkan penularan strain TB resisten dalam masyarakat.
  • Kepatuhan Pasien Rendah terhadap Pengobatan yang rendah. Banyak pasien menghentikan pengobatan sebelum waktunya karena efek samping, kurangnya pemahaman tentang pentingnya pengobatan penuh, atau masalah akses ke obat.

Solusi:

  • Memperkuat sistem pengawasan dan pemantauan pasien untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan, seperti melalui aplikasi Pengawas Menelan Obat (PMO) digital.
  • Penyediaan Obat yang Lebih Ramah Pasien, pemerintah dapat memperkenalkan regimen pengobatan baru yang lebih singkat, mudah dipahami dan dengan efek samping yang lebih sedikit untuk MDR-TB, serta memastikan ketersediaan obat yang tepat di semua fasilitas kesehatan.

Isu kebijakan terkait program TB di Indonesia pada tahun 2024 mencakup berbagai tantangan, mulai dari pendanaan, pelaksanaan program, akses layanan kesehatan, stigma masyarakat, dan resistensi obat. Dalam mengatasi masalh ini, dibutuhkan bantuan dan upaya yang terkoordinasi dari pemerintah pusat dan daerah, dukungan dari sektor swasta, dan partisipasi masyarakat, tantangan-tantangan ini dapat diatasi. Solusi yang tepat mencakup peningkatan pendanaan lokal, penguatan koordinasi antar-sektor, pemanfaatan teknologi kesehatan, serta peningkatan kesadaran masyarakat dan edukasi untuk mengurangi stigma terkait TB.