IT

Perkembangan teknologi untuk penanganan tuberkulosis (TBC) di Indonesia telah mengalami kemajuan signifikan, dengan beberapa inovasi yang diharapkan dapat mempercepat deteksi, diagnosis, dan pengobatan TBC. Berikut adalah beberapa teknologi yang berkembang di Indonesia beserta sumber-sumber yang relevan:

  1. GeneXpert
    Teknologi GeneXpert memungkinkan deteksi cepat TBC dan resistensi terhadap obat rifampisin dalam waktu kurang dari dua jam. GeneXpert menjadi standar dalam deteksi TBC di banyak fasilitas kesehatan di Indonesia karena keakuratannya yang lebih baik dibandingkan metode mikroskopik atau kultur dahak. Teknologi ini juga dapat mendeteksi TBC pada pasien dengan HIV, yang sering kali sulit terdeteksi menggunakan metode konvensional

    1. Keunggulan: Dapat digunakan untuk diagnosis TB pada pasien HIV, mendeteksi TB laten, dan TB resisten obat.
    2. Penyebaran: GeneXpert kini telah tersedia di lebih dari 500 fasilitas kesehatan di Indonesia, termasuk rumah sakit rujukan dan puskesmas besar.
  2. Electronic Nose (E-Nose)
    E-Nose adalah inovasi yang dikembangkan untuk mendeteksi TBC melalui udara yang dihembuskan pasien. Teknologi ini lebih cepat dan tidak invasif, dengan hasil yang dapat diproses dan dikirimkan melalui perangkat seluler. Penggunaan E-Nose diharapkan mempercepat deteksi dini sehingga pasien bisa segera mendapatkan perawatan, yang pada akhirnya akan mengurangi penyebaran TBC
  3. Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB)
    SITB adalah platform digital yang memungkinkan tenaga kesehatan melaporkan kasus TBC secara real-time. Sistem ini memperbaiki pelaporan kasus TBC di Indonesia, yang sebelumnya sering kali mengalami under-reporting. Melalui SITB, jumlah kasus yang ditemukan meningkat secara drastis, sehingga lebih banyak pasien dapat segera diobati

    1. Keunggulan: Memperbaiki pencatatan dan pelaporan data pasien TB, meningkatkan efisiensi pelacakan kasus, serta mengurangi kehilangan data.
    2. Implementasi: Telah diterapkan di berbagai fasilitas kesehatan di Indonesia, mendukung integrasi data nasional dalam pengelolaan TB.
  4. Whole Genome Sequencing (WGS)
    Whole Genome Sequencing (WGS) digunakan di laboratorium untuk menganalisis genom Mycobacterium tuberculosis, memungkinkan identifikasi yang lebih cepat dari resistensi obat. Ini sangat penting untuk kasus TBC resisten obat (MDR-TB dan XDR-TB), yang memerlukan pengobatan khusus dan personalisasi terapi

    1. Keunggulan: Teknologi ini memungkinkan penentuan resistensi obat dengan lebih cepat dan tepat dibandingkan dengan metode laboratorium tradisional.
    2. Implementasi: Beberapa laboratorium pusat di Indonesia mulai mengadopsi WGS sebagai bagian dari upaya peningkatan diagnosa resistensi obat.
  5. AV DOTS untuk Monitoring Pengobatan TB
    Deskripsi : Asynchronous DOTS (AV DOTS) merupakan platform DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) virtual yang berbasis web untuk pasien TB. Platform ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan tuberkulosis. Pemanfaatan AV DOTS di Malaysia dapat mengurangi hambatan geografis dan finansial di Indonesia. Penerapan Teknologi Digital menawarkan prinsip hemat biaya dalam jangka waktu panjang baik bagi pasien maupun sistem kesehatan.Tujuan Kegiatan :

    1. Mengimplementasikan dan mengevaluasi kelayakan, efektivitas dan penerimaan pendekatan berbasis risiko terhadap DOTS di Indonesia, dengan menetapkan Home-DOTS, Asynchronous-DOTS, Synchronous-DOTS atau Conventional-DOTS kepada pasien TB, menggunakan alat penilaian risiko. 
    2. Memperkuat kapasitas penelitian universitas dan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan TB.
    3. Membangun kerangka awal untuk kemitraan publik-swasta yang inovatif untuk solusi TB termasuk kolaborasi regional di Asia Tenggara.

     

Aktivitas : 

  1. Persiapan dan Asesmen Awal (3 bulan)
    • Mengadakan rapat inisiasi untuk memulai koordinasi dan perencanaan
    • Melakukan penelitian identifikasi kasus dalam integrasi teknologi dan kepatuhan pasien dalam pengobatan TB di Yogyakarta
    • Melibatkan pemangku kepentingan dalam kegiatan di lokasi penelitian yang diusulkan
    • Melakukan diskusi kelompok terfokus (FGD) untuk memahami kebutuhan dan tantangan pasien TB serta tenaga kesehatan di Yogyakarta
  2. Pengembangan Risk-based DOTS (6 bulan)
    • Mengidentifikasi protokol klinis dan alat digital yang sudah ada untuk risk-based DOTS.
    • Melakukan demonstrasi prototipe kepada pemangku kepentingan untuk mendapatkan umpan balik.
    • Melakukan rekrutmen dan pelatihan pada petugas pengawas minum obat (PMO)
  3. Implementasi Penelitian dan Evaluasi (18 bulan)
    • Melakukan evaluasi kelayakan dan efektivitas risk-based DOTS
  4. Capacity building dan Integrasi Risk-based DOTS (6 bulan)
    • Mempublikasikan hasil temuan dalam publikasi akademik dan konferensi
    • Melakukan publikasi lokakarya dengan pemangku kepentingan

 

Sumber: