Pelayanan Primer

Pelayanan primer TB di Indonesia berfokus pada pencegahan, deteksi dini, diagnosis, pengobatan, dan penanganan TB di tingkat pelayanan kesehatan dasar, seperti puskesmas (pusat kesehatan masyarakat), klinik, dan praktek dokter umum. Pelayanan ini merupakan langkah awal dan terpenting dalam pengendalian dan eliminasi TB di masyarakat. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) merupakan garda terdepan dalam sistem layanan kesehatan untuk menangani kasus TB dan berfungsi sebagai titik awal kontak pasien dengan sistem kesehatan.

Hingga saat ini (September 2024) berdasarkan dari dashbord puskesmas dalam laman Kemenkes.go.id, terdapat 10.292 puskesmas yang tersebar diseluruh provinsi yang ada di Indonesia. Jumlah tertinggi dimiliki oleh Jawa barat dengan jumlah puskesmas 1.080 dan provinsi dengan jumlah puskesmas terkecil dimiliki oleh provinsi Kalimantan utara.

Menurut Permenkes No. 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan upaya kesehatan kepada masyarakat dan perseorangan dalam tingkat pertama, dengan lebih mengedepankan tindakan promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas sendiri memiliki tanggung jawab untuk mendukung terwujudnya kecamatan sehat.

Fungsi FKTP dalam progran nasional eliminasi TB di Indonesia terdiri dari:

Penanganan dan Pelayanan Kasus TB:

    1. Skrining dan Identifikasi Kasus TB:
      1. FKTP dengan menggunakan program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) akan aktif melakukan skrining baik aktif dan pasif untuk menjaring kasus TB, baik di fasilitas kesehatan maupun di komunitas sekitar area masing masing Puskesmas. Pasien dengan gejala mencurigakan (batuk lebih dari 2 minggu, demam berkepanjangan, keringat dingin, batuk dengan darah,penurunan berat badan) akan segera disarankan untuk mendatangi puskesmas untuk dapat diperiksa lebih lanjut.
        1. Skrining Pasif: Pasien yang datang dengan gejala TB (seperti batuk berdahak lebih dari 2 minggu, demam berkepanjangan, penurunan berat badan, dan keringat malam) akan disaring untuk TB. Skrining dilakukan dengan anamnesis (wawancara medis), pemeriksaan fisik, dan evaluasi gejala.
        2. Skrining Aktif: Dilakukan pada kelompok berisiko tinggi seperti kontak serumah dengan pasien TB, petugas kesehatan, atau populasi dengan penyakit penyerta (HIV, diabetes). Puskesmas juga bisa melakukan kunjungan rumah atau kegiatan penjaringan di komunitas.
      2. Melakukan kunjungan rumah untuk skrining pada pasien pasien yang kontak serumah pasien TB dan populasi berisiko tinggi lainnya.
      3. Tes Diagnostik Sederhana: Pelayanan primer menggunakan tes diagnostik sederhana seperti pemeriksaan dahak mikroskopis untuk mendeteksi keberadaan bakteri TB (BTA) dan tes cepat molekuler (Tes Cepat Molekuler/Tes Cepat Diagnostik seperti GeneXpert).
    1. Pemberian Pengobatan dan Pengawasan Terapi:
      1. Pemberian OAT (Obat Anti Tuberkulosis): Pasien yang didiagnosis TB akan diberikan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dalam bentuk kombinasi standar sesuai dengan pedoman nasional. Pengobatan dilakukan dalam dua fase:
        1. Fase Intensif (Awal): Biasanya berlangsung selama 2 bulan dengan minimal 4 jenis OAT untuk membunuh bakteri TB yang aktif.
        2. Fase Lanjutan: Dilakukan selama 4-6 bulan dengan 2-3 jenis OAT untuk membunuh sisa bakteri dan mencegah kekambuhan.
    2. Pengawasan Menelan Obat (PMO): Pengawasan langsung terhadap pasien yang menjalani pengobatan untuk memastikan kepatuhan, baik oleh petugas kesehatan atau kader yang telah dilatih.
    3. Monitoring Efek Samping: Tenaga kesehatan di pelayanan primer memantau efek samping yang mungkin terjadi akibat penggunaan OAT dan mengambil tindakan yang diperlukan bila ada komplikasi.
  1. Penyuluhan dan Edukasi:
    1. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga mengenai TB, cara penularannya, pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan, dan langkah-langkah pencegahan.
    2. Kampanye Kesadaran Publik: Mengadakan penyuluhan dan kampanye di masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mengenai TB, gejalanya, serta pentingnya diagnosis dan pengobatan dini.
    3. Penggunaan Media Digital dan Komunitas: Menggunakan media sosial, aplikasi kesehatan, dan kerja sama dengan organisasi lokal untuk menyebarkan informasi terkait TB.
  2. Pencegahan Penularan TB:
    1. Manajemen Infeksi: Implementasi langkah-langkah manajemen infeksi di fasilitas kesehatan primer, seperti ventilasi yang baik, penggunaan masker bagi pasien dengan gejala, dan area ruang tunggu yang terpisah.
    2. Imunisasi BCG: Imunisasi BCG (Bacillus Calmette–Guérin) diberikan pada bayi baru lahir untuk mencegah bentuk berat TB seperti meningitis TB.
  3. Pencatatan dan Pelaporan Kasus:
    1. Pencatatan Kasus TB: Pelayanan primer bertanggung jawab untuk mencatat setiap kasus TB yang terdeteksi dan melaporkan ke sistem informasi TB nasional, yaitu SITT (Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu).
    2. Pelaporan Rutin: Pelaporan dilakukan secara rutin dan tepat waktu untuk memantau perkembangan kasus, keberhasilan pengobatan, dan kepatuhan pasien, serta memberikan data untuk pengambilan keputusan di tingkat lebih tinggi.
  4. Kolaborasi dengan Program Lain:
    1. Integrasi dengan Program Lain: Pelayanan primer TB diintegrasikan dengan program kesehatan lainnya, seperti program HIV/AIDS, program imunisasi, dan program kesehatan anak, mengingat hubungan erat antara TB dengan penyakit lain.

Tantangan dalam Pelayanan Primer TB di Indonesia:

  • Keterbatasan Sumber Daya Manusia: Kurangnya tenaga kesehatan yang terlatih dan tenaga kesehatan di daerah terpencil.
  • Akses ke Layanan Kesehatan: Masih terdapat daerah-daerah yang sulit dijangkau dan akses terhadap layanan kesehatan terbatas.
  • Stigma dan Diskriminasi: Tingginya stigma terhadap penderita TB di masyarakat yang menyebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan.
  • Kepatuhan Pengobatan: Tantangan dalam memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan jangka panjang, yang sering kali terhambat oleh efek samping obat atau kurangnya pemahaman.

Pelayanan primer berperan krusial dalam upaya eliminasi TB di Indonesia melalui pendekatan yang komprehensif, termasuk pencegahan, diagnosis dini, pengobatan, dan edukasi masyarakat. Upaya memperkuat pelayanan primer ini sangat penting untuk mencapai target eliminasi TB di Indonesia.


 

Pelayanan Primer

Faskes untuk layanan TB dibedakan sesuai dengan jenis faskes dan klasifikasi pasien sebagai berikut: A. Pelayanan TB tanpa komplikasi atau penyulit di FKTP B. Pelayanan TB ekstra paru dan TB dalam kondisi khusus di FKTP dan FKRTL A. Pelayanan TB Tanpa Komplikasi atau Penyulit di FKTP FKTP baik puskesmas maupun Dokter Praktek Mandiri (DPM) atau Klinik mandiri yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan dan sudah terlatih TB harus dapat mendiagnosis dan memberikan tatalaksana TB sesuai PNPK.

  1. Penjaringan terduga
    Seluruh FKTP melakukan penjaringan dengan melakukan pemeriksaan terhadap orang dengan gejala yang mendukung TB, baik di Puskesmas, DPM, maupun Klinik Pratama.
  1. Penjaringan dahak
    Untuk melakukan pemeriksaan dahak, tidak semua FKTP dapat melakukan pengambilan sampel, fiksasi sampel, maupun pemeriksaan sampel. Puskesmas dibagi menjadi FKTP satelit dan FKTP rujukan mikroskopis. Untuk penjaringan dahak, FKTP satelit membuat sediaan fiksasi dan merujuk sampel ke FKTP rujukan mikroskopis. Sedangkan FKTP rujukan mikroskopis dapat mengambil sampel dahak, melakukan fiksasi, dan juga melakukan pemeriksaan mikroskopis. Sedangkan untuk DPM, DPM akan merujuk secara langsung terduga TB ke FKTP rujukan untuk melakukan pemeriksaan dahak. Sedangkan Klinik Pratama, mirip dengan FKTP satelit, yaitu merujuk sediaan fiksasi yang sudah dibuat ke FKTP rujukan mikroskopis.

    Selain dilakukan untuk penegakkan diagnosis, pemeriksaan dahak juga dilakukan untuk menilai keberhasilan pengobatan pada bulan ke-2, ke-3, ke-5, dan akhir pengobatan.

  1. Pemeriksaan radiologi
    Jika hasil pemeriksaan dahak menunjukkan BTA negatif, namun gejala klinis mendukung TB. Pasien akan dirujuk ke FKRTL yang telah bekerjasama dengan BPJS kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan radiologi dan dirujuk balik ke FKTP pengirim.
  1. Pemeriksaan tes tuberkulin
    Pada kasus terduga TB anak dan masih diperlukan tindakan test tuberkulin, maka pasien dirujuk ke FKTP layanan tuberkulin dan atau FKRTL yang telah bekerjasama dengan BPJS kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan test tuberkulin kemudian dirujuk balik ke FKTP pengirim.
  1. Pengobatan
    Pengobatan TB akan dilakukan di FKTP jika pasien merupakan pasien TB tanpa komplikasi, maupun pasien rujuk balik tanpa penyulit. Jika pasien memilii komplikasi ataupun penyulit, pasien akan dirujuk ke FKRTL yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk penegakan diagnosis TB dengan komplikasi atau penyulit, apabila kondisi pasien sudah stabil maka pasien dirujuk balik ke FKTP pengirim. Jika terjadi efek samping obat, FKTP melakukan tata laksana efek samping obat ringan. Namun apabila terjadi efek samping sedang dan berat maka pasien dirujuk ke FKRTL yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Apabila kondisi pasien sudah stabil dirujuk balik ke FKTP pengirim.
  1. TB ekstra paru dan TB dalam kondisi khusus
    FKTP melayani TB dengan kondisi khusus di bawah ini, kecuali terdapt komplikasi atau penyulit:
    1. TB dengan kehamilan dan menyusui
    2. TB dengan DM
    3. TB limfadenitis
    4. TB anak
    5. Pelacakan

Pelacakan kontak erat atau kontak serumah dilakukan oleh Puskesmas wilayah kerja domisili pasien. Jika pasien melakukan pengobatan pada DPM atau Klinik Pratama, DPM atau Klinik Pratama harus mendata kontak erat dan atau kontak kemudian melaporkan kontak erat dan atau kontak serumah kepada puskesmas wilayah kerja domisili pasien. Begitupula pada pelacakan kasus mangkir, akan dilakukan oleh Puskesmas wilayah kerja domisili pasien.

  1. TB resisten obat
    FKTP melakukan penjaringan terhadap orang terduga TB resistan obat yang memenuhi satu atau lebih kriteria dari 9 kriteria terduga TB resistan obat mengacu pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) tata laksana TB. Pasien akan dirujuk ke FKRTL rujukan TB Resistan Obat yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
  1. Pelaporan
    Selain melakukan pelaporan pada pasien yang berobat di Puskesmas, Puskemas juga melakukan pelaporan DPM/ klinik pratama di wilayah kerja Puskesmas tersebut. Puskesmas memberi laporan ke dinas kesehatan kabupaten/ kota.

 

Sumber:

Kemenkes, 2015. Petunjuk Teknis Pelayanan Tuberkulosis bagi Peserta JKN. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan.