Pendanaa TB

Pendanaan dalam program penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia melibatkan berbagai macam sumber dana maupun usaha, baik dari pemerintah, donor internasional, maupun organisasi non-pemerintah. Pemerintah, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga desa, bersama sektor swasta, masyarakat, dan lembaga donor, mengalokasikan pembiayaan untuk membangun sistem terpadu dalam mendukung tercapainya program penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia dalam rencana strategis pembiayaan tahun 2020 – 2024.

Anggaran dari pemerintah akan difokuskan kepada layanan, infrastruktur, sistem surveilans, serta pelaksanaan program penanggulangan Tuberkulosis. Sementara itu, anggaran dari swasta dan donor difokuskan lebih kepada pengembangan inovasi serta bantuan teknis lainnya melalui berbagai kerjasama kemitraan. kedepannya, pemerintah mengharapkan dana dari donor akan berkurang secara bertahap dalam lima tahun mendatang dan digantikan oleh pendanaan lokal, seperti dana APBD provinsi, APBD kabupaten/kota, APBDesa, atau dana kemitraan dengan pihak swasta, yang akan ditingkatkan untuk mengatasi kesenjangan pendanaan yang ada.

Berikut adalah rincian tentang bagaimana pendanaan TB di Indonesia disalurkan dan dikelola:

1. Sumber dana Pemerintah

Mengkutip dari “Strategi Nasional Penanglulangan Tuberkulosis di Indonesia 2020-2024” Penganggaran dalam Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2020-2024 didasarkan pada estimasi kegiatan yang akan dilaksanakan menggunakan standar biaya pemerintah yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Standar biaya ini mencakup akomodasi, transportasi, penyelenggaraan rapat dan lokakarya, pengadaan barang dan jasa kantor, dan lainnya. Penganggaran ini juga disesuaikan dengan Dokumen Anggaran Nasional (APBN) dan pengajuan RPJMN di Kementerian/Lembaga terkait.

Total anggaran yang dibutuhkan untuk penanggulangan Tuberkulosis selama periode 2020-2024 diperkirakan mencapai 47,3 triliun rupiah atau setara dengan 3,34 juta USD. Berdasarkan perhitungan kebutuhan pembiayaan Program TB Nasional, sebagian besar anggaran (38,7 triliun rupiah atau 81% dari total kebutuhan) dialokasikan untuk kegiatan dalam Strategi 2 (memperkuat dan memperluas surveilans berbasis laboratorium). Sekitar 68% dari anggaran Strategi 2 (23,8 triliun rupiah) akan digunakan untuk pembiayaan penyediaan peralatan, bahan habis pakai, dan perlengkapan terkait diagnosis di laboratorium, serta obat-obatan untuk perawatan pasien.

Selain itu, alokasi anggaran lainnya termasuk untuk pengembangan kapasitas SDM (9,8 triliun rupiah), insentif untuk tenaga kesehatan dan administrasi program (6,2 triliun rupiah), biaya operasional, transportasi, dan akomodasi (4,48 triliun rupiah), serta biaya program langsung (2,8 triliun rupiah) yang mencakup layanan kesehatan berdasarkan pemodelan intervensi.

  1. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara): Pemerintah Indonesia mengalokasikan dana melalui APBN untuk mendukung program penanggulangan TB, termasuk untuk pengadaan obat, pelatihan tenaga kesehatan, dan penguatan layanan kesehatan.
  2. Dinas Kesehatan Daerah: Pemerintah daerah (APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, APB Desa, dan JKN). juga menyediakan dana melalui anggaran APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk program TB lokal, termasuk penyuluhan, deteksi kasus, dan pengobatan.

2. Donatur International

  1. The Global Fund: Salah satu sumber pendanaan utama untuk penanggulangan TB di Indonesia. Dana ini digunakan untuk berbagai aktivitas seperti pembelian obat, diagnosis, dan kegiatan pengendalian TB termasuk TB resistan obat.
  2. USAID (United States Agency for International Development): Mendukung program TB di Indonesia dengan bantuan teknis, penguatan kapasitas, dan implementasi program berbasis masyarakat.
  3. WHO (World Health Organization): Memberikan dukungan teknis dan finansial untuk program TB, terutama dalam penyusunan pedoman nasional dan penguatan sistem kesehatan.

3. Organisasi Non-Pemerintah dan Mitra Lainnya

  1. Organisasi Non-Pemerintah (NGO): Seperti KNCV Tuberculosis Foundation, FHI 360, dan lainnya, yang terlibat dalam pelaksanaan program TB di tingkat komunitas dan memberikan dukungan finansial serta teknis.
  2. Lembaga Filantropi dan Swasta: Beberapa lembaga filantropi dan perusahaan juga berkontribusi melalui CSR (Corporate Social Responsibility) dalam bentuk dana atau dukungan untuk kegiatan terkait penanggulangan TB.

“Strategi Nasional Penanglulangan Tuberkulosis di Indonesia 2020-2024”

Dana tersebut kemudian akan dialokasikan dalam berbagai intervensi kegiatan. Berikut adalah ringkasan dari Intervensi Kegiatan yang telah dilaksanakan.

  1. Pengadaan Obat dan Alat Diagnostik: Termasuk obat anti-TB, alat tes molekuler (seperti GeneXpert), dan alat diagnostik lainnya.
  2. Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan: Melalui pelatihan dan workshop untuk tenaga kesehatan di berbagai tingkat layanan, termasuk Puskesmas.
  3. Kampanye Sosialisasi dan Edukasi: Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TB, gejala, dan pentingnya pengobatan tuntas.
  4. Pemberdayaan Komunitas: Melibatkan kader kesehatan dan organisasi masyarakat dalam deteksi kasus aktif dan dukungan kepada pasien TB.
  5. Penelitian dan Pengembangan: Mendukung riset operasional dan studi epidemiologi untuk menginformasikan kebijakan dan program yang lebih efektif.

Dengan terkumpulnya anggaran penanganan TB melalui berbagai sumber dana dalam jumlah anggaran yang besar tersebut, pembagian peran dan tanggung jawab penanggulangan TB menjadi penting, dengan tujuan untuk:

  1. Efisiensi, efektifas dan prioritas program sesuai dengan kebutuhan.
  2. Peningkatan komitmen dan rasa kepemilikan program antara pemerintah pusat, daerah, swasta dan NGO.
  3. Meningkatkan kontribusi pembiayaan program dari dana pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan pendanaan yang memadai.
  4. Memperkuat koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dalam perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi program.
  5. Mengurangi kesenjangan pendanaan program dengan kontribusi yang tepat sasaran, sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan.

Dengan terkumpulnya dana dari berbagai macam sumber dana yang ada, tidak menutupi bahwa dalam pelaksanaan program pencegahan dan penanganan TB di Indonesia tetap memiliki tantangannya. Berikut tantangan dalam pendanaan program TB di Indonesia:

  1. Alokasi Anggaran yang Terbatas: Pembiayaan dari APBN dan APBD sering kali belum dapat mencukupi untuk memenuhi seluruh kebutuhan program TB, terutama dalam pengadaan obat-obatan dan peralatan diagnostik, hal ini dapat menimbulkan ketergantungan program pengangulangan dan penanganan TB terhadap bantuan dari pihak lain (Donatur, dana hibah, NGO, swasta).
  2. Ketidakseimbangan distribusi Pendanaan, hal ini dapat terjadi akibat dari adanya kesenjangan antara wilayah yang lebih maju dan wilayah yang kurang berkembang, yang menyebabkan distribusi pendanaan dan sumber daya tidak merata. Dapat juga diakibatkan dari ketidak samaan prioritas masing masing daerah dalam mengelola TB di daerahnya (Beberapa daerah mungkin tidak menganggap TB sebagai prioritas utama, sehingga alokasi dana untuk program TB kurang optimal).
  3. Efisiensi dan Pengelolaan Dana
    • Pengelolaan Dana yang Kurang Efisien: Penggunaan dana yang kurang tepat sasaran dan birokrasi yang berbelit-belit dapat menghambat efektivitas program.
    • Transparansi dan Akuntabilitas: Tantangan dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana dapat menyebabkan kebocoran anggaran dan penyalahgunaan dana.
  4. Keberlanjutan Pembiayaan
    • Pendanaan Jangka Panjang yang Tidak Terjamin: Ada kekhawatiran tentang keberlanjutan pendanaan jangka panjang, terutama ketika donor internasional mulai mengurangi kontribusinya.
    • Kurangnya Komitmen Pembiayaan Lokal: Meski ada dorongan untuk meningkatkan pendanaan lokal, komitmen dari pemerintah daerah sering kali belum optimal.
  5. Keterbatasan Sumber daya
    • Kurangnya Investasi dalam Inovasi: Terbatasnya pendanaan untuk inovasi dan teknologi baru, seperti alat diagnostik modern atau strategi pengobatan baru, dapat menghambat efektivitas penanggulangan TB.
    • SDM yang Kurang Mendukung: Kurangnya dana untuk pengembangan kapasitas dan insentif bagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam program TB.
  6. Pengaruh Ekonomi Makro
    • Dampak Ekonomi: Krisis ekonomi atau perubahan prioritas kebijakan fiskal pemerintah dapat mempengaruhi alokasi anggaran untuk program TB.
    • Fluktuasi Kurs Mata Uang: Bagi dana yang bergantung pada bantuan luar negeri, fluktuasi nilai tukar mata uang dapat mempengaruhi besaran dana yang tersedia untuk program.