
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menyelenggarakan presentasi dan diskusi Policy Brief Fornas XV pada Senin, 11 November 2025, secara hybrid di Common Room PKMK FK-KMK UGM. Diskusi kali ini berfokus pada isu krusial Tuberculosis-Diabetes Melitus (TB-DM). Acara diawali dengan presentasi policy brief dari perwakilan tim dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes, Ph.D yang disampaikan oleh Angeline Laurenita Kurniawati, S.Gz. Setelah presentasi, sesi dilanjutkan dengan diskusi terbuka bersama para stakeholder dari peneliti, dinas kesehatan, dan praktisi klinis.
Tim memaparkan bahwa Indonesia dengan kasus TB yang mencapai lebih dari 1 juta jiwa diketahui menempati posisi kedua tertinggi di dunia setelah India. Indonesia dan India menghadapi sindemi TB-DM yang menghambat target eliminasi TB karena tiga tantangan serupa, yakni fragmentasi pelayanan kesehatan yang memisahkan program TB dan DM, lemahnya dukungan komunitas dan kader akibat minimnya insentif dan kelembagaan, serta sistem informasi kesehatan yang tidak memadai. Sindemi diperparah dengan rendahnya kontribusi pelaporan dari sektor swasta. Meskipun Indonesia telah menginisiasi integrasi layanan melalui Integrasi Layanan Primer (ILP) dan memiliki keunggulan integrasi lintas sistem digital, implementasinya masih sporadis dan konsistensi pelaporan datanya belum optimal. Tim perumus policy brief kemudian mengajukan tiga rekomendasi utama untuk mengatasi tantangan TB-DM: pertama, penguatan kolaborasi melalui community engagement dan task force. Kedua, pembentukan integrasi dalam satu kerangka koordinasi nasional yang kuat melalui structural integration. Ketiga, pembangunan digital backbone dan health information system melalui sistem informasi yang terpadu.

Dalam diskusi terbuka, para pemangku kepentingan memberikan tanggapan mendalam. dr. Muhammad Hardhantyo, MPH, Ph.D., menyoroti perlunya menampilkan data persentase dan mengatasi hambatan pelibatan fasilitas kesehatan (faskes) swasta dalam pelaporan TB. Secara lebih lanjut, penanggap lain yaitu dr. Arida Oetami, M.Kes, menggarisbawahi tantangan utama di lapangan berupa sektor swasta yang kurang tertarik menangani kasus TB dan adanya stigma sosial yang menghambat pelaporan. dr. Feranose Panjuantiningrum selaku Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Kabupaten Bantul menyetujui bahwa integrasi TB-DM, khususnya kasus yang terjadi di Bantul, DIY masih terfragmentasi dan belum optimal. Perwakilan dari Dinkes DIY, dr. Ari Kurniawati, MPH juga menyampaikan tantangan integrasi data di tingkat Provinsi Yogyakarta dan menyarankan pemanfaatan praktik yang sudah ada. Selain itu, dr. Ari juga menyarankan perlunya keterlibatan pembiayaan Global Fund untuk memperkuat kolaborasi komunitas. Selanjutnya, bapak Apt. Edwin Daru Anggara., M.Sc., MPH menambahkan data capaian skrining dan pendanaan TB-DM tahun 2021 hingga 2024 untuk melengkapi paparan tim. Stakeholder dari praktisi klinis, yakni dr. Megantara, SpP(K), Onk, FISR dari PDPI Yogyakarta dan Dr. dr. Astari Pranindya Sari, M.Sc, SpP dari RSA UGM, menanggapi perspektif klinis dan kelembagaan rumah sakit terintegrasi dalam pembahasan. Menutup sesi, perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul, dr. Yuyun Ika Pratiwi, MPH menambahkan perlunya penguatan urgensi peran kader kesehatan sebagai kepanjangan tangan di masyarakat dan pentingnya advokasi.
Secara keseluruhan, kesimpulan dari pertemuan ini adalah eliminasi TB-DM di Indonesia membutuhkan upaya terstruktur secara menyeluruh. Eliminasi dapat dimulai dari perbaikan fundamental pada sistem pelaporan, integrasi data antar layanan dan antar wilayah, pembiayaan komunitas, serta penguatan literasi kesehatan. Semua langkah tersebut harus terintegrasi dalam kerangka koordinasi nasional yang kokoh dan didukung oleh masukan lintas sektor seperti pemerintah, peneliti, dan praktisi klinis.
Reporter:
Nikita Widya Permata Sari, S.Gz., MPH
Dokumentasi video: https://www.youtube.com/live/7mGFdPI_2nY?si=V1kIgfwpHbjY0IYE
