TBC di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Catatan tertua TBC di Indonesia ditemukan pada salah satu relief Candi Borobudur pada abad ke-8 Masehi. Sejak periode Hindia Belanda ada beberapa catatan terkait kegiatan TB, yaitu: Perkumpulan Centrale Vereniging Voor Tuberculose Bestrijding (CVT) dibentuk pada 1908 dan tahun 1939 didirikan 15 sanatorium untuk perawatan pasien TBC paru dan 20 consultatiebureau yang memberi penyuluhan dan pengobatan.
Setelah merdeka yaitu pada zaman Orde Lama (1945-1966) didirikan Lembaga Pemberantasan Penyakit Paru-paru (LP4) didirikan di Yogyakarta. Dikenal dengan Balai Pemberantasan Penyakit Paru-paru (BP4), lembaga tersebut disebarluaskan hingga ke 53 lokasi. Pada tahun 1950 Jenderal Soedirman meninggal karena TBC.
1969-1973: Tanggung jawab penanganan TB dialihkan dari BP4 ke ke Direktorat Jenderal Pemberantasan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular (P4M) Depkes RI. Program pemberantasan TB terkait erat dengan program pencegahan TB melalui imunisasi BCG, yang dikenal dengan Program Pemberantasan Tuberkulosis (TBC) dan BCG atau sering disebut sebagai P2TBC/BCG. Penemuan pasien TB telah dimulai dengan pemeriksaan dahak dan masa pengobatan berlangsung selama 1-2 tahun.
1976–1994: Masa pengobatan menjadi lebih singkat, yakni dari 1-2 tahun menjadi 6 bulan dimulai uji coba strategi Directly Observed Treatment Short- course (DOTS) untuk kali pertama.
Akhir 1990-an: DOTS dijalankan secara programatik untuk pertama kali di Kabupaten Muara Bungo, Jambi dan Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur dengan angka kesembuhan mencapai 85%.
1999: Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dr. dr. Achmad Sujudi, MHA membentuk Gerakan Terpadu Nasional (Gerdunas) TB pada 24 Maret sebagai cikal bakal kemitraan TB Indonesia.
2004: Survei prevalensi TB secara nasional dilakukan bersama Litbangkes Departemen Kesehatan RI
2006: Survei resistensi obat TB dilakukan pertama kali di Indonesia.
2009: Program Nasional Pengendalian TB Resistan Obat di Indonesia mulai diterapkan.
2010: Strategi nasional program pengendalian TB berfokus pada penyediaan layanan TB berkualitas secara universal dengan menerapkan Jejaring Layanan Pemerintah Swasta atau Public Private Mix (PPM)
2013-2014: Survei prevalensi TB secara nasional menggunakan metode yang sangat sensitif sesuai dengan rekomendasi WHO.
2014: Sesuai indikator berbasis mikroskopis, Indonesia mencapai target MDGs dan telah menerima MDGs award atas prestasi yang dicapai. Indonesia meluncurkan pendekatan Keluarga Kesehatan dan Gerakan Masyarakat Kesehatan yang memasukkan penemuan pasien TB sebagai salah satu indikatornya. Dalam hal ini Puskesmas bertanggung jawab untuk melaksanakan intervensi pendekatan keluarga termasuk dalam penanggulangan TB di wilayah mereka.
2015: TBC menjadi salah satu target Rencana Nasional Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dan menjadi program prioritas Presiden, menjadi salh satu dari 12 standar layanan minimum (SPM), dimana pemerintah melakukan evaluasi kinerja dan akuntabilitasnya dalam memberikan pelayanan publik. Saat ini SPM sedang berproses menjadi rancangan peraturan pemerintah (RPP).
2016: Indonesia merevisi strategi penanggulangan TB di Indonesia sesuai dengan hasil survei prevalens TB terbaru yang jauh lebih akurat. Penemuan dilakukan secara intensif, aktif dan masif. Jejaring pelayanan TB disempurnakan menjadi berbasis kabupaten/kota, district-based public-private mix.
2017: Komitmen Politis untuk Mengakhiri TBC. Pada tahun 2017, Deklarasi Moskow diadakan dengan tujuan menegaskan kembali untuk mengakhiri TBC pada tahun 2030.
2018: UN High Level Meeting. Pada tahun 2018, UN High Level Meeting, Pertemuan tingkat tinggi Majelis Umum PBB pertama kali tentang tuberkulosis yang diadakan pada 26 September 2018 mendukung untuk mengakhiri TBC.
2020: Kementerian Kesehatan mengeluarkan Protokol Layanan TBC dalam masa Pandemi COVID-19 untuk memastikan layanan TBC tetap berjalan baik. Termasuk adanya kampanye #BersamaKitaSehat untuk mengajak masyarakat untuk “Bersama Menuju Eliminasi TBC dan Melawan COVID-19”
2021: Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sudah menyusun pedoman secara bersama Pedoman Sekolah Peduli TBC dan pedoman ini merupakan bagian implementasinya yang dilakukan oleh lintas sektor dengan ujung tombaknya tentu pembina UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) baik di provinsi maupun di kabupaten/kota dalam mendukung dan berpartisipasi untuk promosi dan preventif daripada penularan TBC.
Bersamaan dengan peringatan HUT RI ke 76, Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden No 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Maka, dalam rangka Peluncuran Awal Perpres 67 Tahun 2021, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Bappenas bersama-sama berkomitmen untuk melakukan percepatan eliminasi TBC sesuai dengan arahan presiden RI yang juga tertuang dalam naskah Perpres No 67 Tahun 2021.
Pengembangan strategi berdasarkan tantangan yang dihadapi program dan target yang harus dicapai. Gambar berikut menampilkan perkembangan strategi penanggulangan TBC yang dikembangkan di Indonesia.
Sumber:
- TB Indonesia (2022). Sejarah TBC di Indonesia TBC Indonesia. Available at: https://tbindonesia.or.id/pustaka_tbc/sejarah-tbc-di-indonesia/ (Accessed: 20 September 2024).